Kemampuan
Sosialisasi Anak Terhadap Proses Belajar Di Sekolah
“Wahai
manusia! Sungguh, kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui , Maha
Teliti.”
Secara umum sosialisasi merupakan
proses belajar seorang anggota masyarakat untuk mengenal dan menghayati
kebudayaan masyarakat dalam lingkungannya. Sejumlah sosiolog menyebut
sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role
theory). Karena dalam proses
sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu. Sosialisasi
juga merupakan proses interaksi sosial yang menyebabkan seorang individu mengenal cara berpikir, berperasaan, dan
bertingkah laku sehingga membuatnya dapat berperan serta dalam kehidupan
masyarakatnya.
Sekolah
merupakan salah satu agen sosialisasi bagi seorang anak. Tempat pertemuan
anak-anak yang berasal dari latar belakang berbeda, baik suku, bangsa dan
budaya. Menurut
Dreeben, dalam lembaga pendidikan formal seseorang belajar membaca, menulis,
dan berhitung. Aspek lain yang juga dipelajari adalah aturan-aturan mengenai
kemandirian (independence), prestasi
(achievement), universalisme, dan kekhasan (specificity).
Di lingkungan rumah seorang anak mengharapkan bantuan dari orang tuanya dalam
melaksanakan berbagai pekerjaan, tetapi di sekolah sebagian besar tugas sekolah
harus dilakukan sendiri dengan penuh rasa tanggung jawab.
Sejak
dini seorang anak telah dilatih bersosialisasi dalam keluarganya. Penanaman
moral dan nilai-nilai positif dalam keluarga sangatlah penting sebagai bekal
anak untuk menghadapi kelompok sosial yang lebih besar. Anak yang memiliki
kemampuan bersosialisasi lebih baik akan lebih mudah beradaptasi dengan
lingkungan baru. Sebagai contoh ketika pertama kali seorang anak mendaftar dan
mengikuti kegiatan sekolah baik pada tingkat TK ataupun SD. Pada saat ini akan
terlihat berbagai macam reaksi yang akan timbul dari anak tersebut. Reaksi yang
umum dilihat antara lain rasa penasaran, bersemangat, takut, malu, kurang
percaya diri dan lain sebagainya. Bahkan terdapat reaksi penolakan dari seorang
anak ketika dia merasa takut atau tidak terbiasa dengan lingkungan barunya,
seperti menangis histeris dan perlawanan ingin keluar dari kelas untuk terus
bersama orang tuanya. Hal ini memperlihatkan perbedaan kemampuan anak dalam
bersosialisasi.
Kemampuan
anak dalam bersosialisasi dilandasi oleh latar belakang prilaku dan nilai-nilai
yang setiap saat dilihatnya. Atau dapat
dikatakan pengalaman-pengalaman anak
pada lingkungan sebelumnya. Dalam hal ini adalah keluarga, karena keluarga
merupakan agen sosialisasi primer atau utama bagi seorang anak. Anak yang dalam
keseharianya terbisa dengan nilai agama yang baik, sopan santun dan
ucapan-ucapan terpuji, maka akan tertanam pada karakternya perilaku yang baik,
begitu pula sebaliknya.
Seorang
anak dengan kemampuan sosialisasi yang baik akan mampu beradaptasi dengan
lingkungan baru, mudah mendapatkan teman karena sifat baiknya yang dominan,
serta aktif dalam bekerjasama. Dalam proses belajar anak yang terbiasa
diajarkan mandiri dan pantang menyerah dikeluarganya maka akan lebih muda
menyelesaikan tugas-tugas serta pekerjaan yang diberikan.
Kesimpulannya,
proses sosialisasi anak baik dalam keluarga ataupun kelompok sosial lainya,
sangat mempengaruhi kemampuan anak dalam bersosialisasi. Hal ini menyangkut
cara anak tersebut mengambil keputusan, bekerjasama dan beradaptasi di
lingkungan yang baru.